BAB-5G. Contoh-Contoh Fatwa Imam Syafi’i Yang Ditahqiq (Dikritisi) Kembali



  Ada beberapa masalah yang sudah diputuskan oleh Imam Syafi’i, tetapi dengan pertimbangan-pertimbangan yang teliti ditahqiq kembali oleh para ulama madzhab Syafi’i belakangan dan hasil pentahqigan mereka itulah yang berlaku dan diamalkan didalam madzhab Syafi’i. Contoh diantara masalah-masalah tersebut ialah:

– Hukum shalat idul fithri dan idul Adha ,menurut imam Syafi’i, wajib atas orang-orang yang berkewajiban menghadiri shalat Jum’at. Beliau mengatakan didalam Al-Mukhtasar: “Barangsiapa wajib atasnya menghadiri jum’at, maka wajib atasnya menghadiri idul fithri dan idul adha”.

Pendapat beliau ini oleh para sahabat Syafi’i dibawa kepada pengertian yang tidak seperti dhohirnya, karena menimbulkan hukum kewajiban (fardhu a’in) atas sholat dua hari raya tersebut dan ini menyalahi ijmak kaum muslimin. 

Oleh karen itulah beberapa tokoh madzhab Syafi’i seperti Abu Ishaq dan Al-Istakhri memberi komentar sebagai berikut: 

a. Menurut Abu Ishaq, ucapan imam Syafi’i itu adalah: “Barangsiapa dituntut shalat jum’at secara wajib, maka dia dituntut shalat id secara sunnah”.
b. Menurut Al-Istakhry, maknanya ialah: “Barangsiapa dituntut shalat jum’at secara fardhu, maka dia dituntut shalat id secara (fardhu) kifayah”.

 Dan ternyata yang terpakai dalam madzhab Syafi’i adalah bahwa hukum sholat dua hari raya itu bukan wajib melainkan sunnah muakkadah.

– Dua qaul dari Imam Syafi’i yakni qaul jadid dan qaul qadim. Tujuan beliau dengan qaul jadid ialah agar inilah yang dipakai dan diamalkan sedangkan qaul qadimnya ditnggalkan. Namun oleh para ulama madzhab Syafi’i dengan pertimbangan yang teliti, mengecualikan 20 masalah. Dalam 20 masalah ini yang dipakai adalah qaul qadim, sedangkan qaul jadidnya ditinggalkan.

– Masalah hadiah pahala bacaan Al-Qur’an. Imam Syafi’i ,kalau itu memang benar, mengatakan tidak sampainya pahala bacaan, namun dengan pertimbangan beberapa dalil para ulama Syafi’iyah , sebagian nama ulama telah kami kemukakan, pahala bacaan itu akan sampai dan fatwa inilah yang berlaku dan diamalkan dalam madzhab Syafi’i.
 
a. Didalam kitab Bujairimi Minhaj jilid 3/286 : “Perkataan: ‘Sesungguhnya tidak sampai pahala bacaan’ adalah dhoif, sedangkan perkataan : ‘Dan sebagian ashab Syafi’i mengatakan sampai’ adalah muktamad (terpegang)”.
b. Memahami bahwa pernyataan Imam Syafi’i itu mengandung pengertian jika Al-Qur’an tidak dibaca dihadapan mayit dan tidak pula meniatkan pahala bacaan itu untuknya.

Pengertian seperti ini tersebut dalam kitab Fathul Wahhab karangan Syeikh Zakaria al-Anshari jilid II/19. Walaupun sekiranya imam Syafi’i mengatakan tidak sampai pahalanya, tetapi beliau tetap mengakui adanya segi positif bacaan Al-Qur’an terhadap orang mati. Hal ini karena terbukti beliau menyukai diamalkannya hal tersebut.

– Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar hal.137 menulis: “Berkata imam Syafi’i dan para ashab: ‘Disunnahkan seseorang membaca sebagian ayat Al-Qur’an untuk orang yang wafat. Para sahabat beliau berkata: Jika dia menamatkan seluruh Al-Qur’an niscaya akan baik sekali’”.

– Dalam kitab Tuhfah jilid VII/71, imam Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan: “Imam Syafi’i dan ashab menashkan bahwa sunnah membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang mudah disamping mayit dan berdoa sesudahnya, karena doa disitu lebih bisa diharapkan pengabulannya dan karena mayit akan mendapatkan berkah bacaan Al-Qur’an seperti halnya orang yang hadir”.

– Dalam kitab Ar-Ruh hal. 13 Ibnul Qayyim menyebutkan: “Berkata Hasan bin Sholeh Az-Za’farani: ‘Aku pernah bertanya kepada imam Syafi’i tentang membaca Al-Qur’an disamping kubur. Beliau menjawab: Tidak mengapa…..’ “.

– Imam Nawawi dalam Syahrul Muhadzdzib mengatakan: ‘Disunnahkan bagi orang yang berziarah kekuburanmembaca beberapa ayat Al-Qur’an dan berdo’a untuk penghuni kubur’. Imam Nawawi menyimpulkan bahwa membaca Al-Qur’an bagi arwah orang-orang yang telah wafat dilakukan juga oleh kaum Salaf (terdahulu). 

Pada akhirnya Imam Nawawi mengutip penegasan Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad bin Taimiyah (Ibnu Taimiyyah)sebagai berikut:

“Barangsiapa berkeyakinan bahwa seorang hanya dapat memperoleh pahala dari amal perbuatannya sendiri, iamenyimpang dari ijma’ para ulama dan di lihat dari berbagai sudut pandang keyakinan demikian itu tidak dapat dibenarkan”.
 
Demikianlah keterangan fatwa imam Syafi'i yang ditahqiq oleh para ulama madzhab Syafi'i.

Share :

0 Response to "BAB-5G. Contoh-Contoh Fatwa Imam Syafi’i Yang Ditahqiq (Dikritisi) Kembali"

Posting Komentar