BAB-8G. Sekelumit Makalah


  Pernah kami baca dari lembaran internet Salafi tanggal 25/01/2004 sebagai penulis Syekh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz salah seorang ulama madzhab Wahabi/Salafi, yang mengatakan pada majlis peringatan maulid Nabi saw. tersebut berkumpulnya lelaki dan wanita-wanita yang bukan muhrim sehingga itu semua adalah munkar dan haram. Dan didalam majlis maulid Nabi saw. tersebut banyak hal-hal yang haram dijalankan oleh kaum muslimin tersebut diantaranya: minum khamar/alkohol, main judi, minum ganja dan sebagainya. Ini fitnahan yang membuat kaum muslimin pecah dan saling benci membenci.

Sayang sekali Syekh ini tidak menyebutkan pada majlis maulid apa dan dimana yang pernah dihadiri oleh beliau, sehingga adanya minuman alkohol, main judi dan sebagainya? Mungkin beliau ini hanya mendengar ceritera dongengan dari kawan-kawannya yang anti pada majlis maulid tersebut. Syekh ini mudah sekali menulis kata-kata bahwa majlis-majlis Maulid mungkar dan sebagainya dengan berdalil pada ayat Ilahi dan hadits-hadits Nabi saw. yang mana tidak ada kaitannya dengan majlis peringatan maulidin Nabi saw. Beliau dan kawan-kawannya ini mudah sekali mensesatkan, mengkafirkan amalan-amalan yang baru, yang tidak sependapat dengan faham mereka, walaupun amalan itu sejalan dan tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

Lebih mudahnya mari kita baca bukunya Ustadz Quraish Shihabseorang ulama di Indonesia yang berjudul Fatwa-Fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah, disini menerangkan bahwa ajaran hukum Islam ada dua macam haram;

Pertama; haram karena zatnya, misalnya babi itu haram dimakan, karena zat daging babi itu sendiri najis dan haram. Demikian juga dengan berzina.

Kedua; haram karena dia dapat mengantarkan ke sesuatu yang haram karena zatnya, misalnya ; berkumpulnya dua orang berlainan jenis disuatu tempat yang terpisah dari khalayak ramai (berduaan saja) adalah haram, ini diharamkan karena dapat mengantarkan pada perzinaan.

Sedangkan berkumpulnya banyak orang pria dan wanita dalam satu majlis terbuka, umpama dalam majlis peringatan keagamaan atau lainnya, dimajlis terbuka ini tidak mungkin dapat mengantarkan perzinaan, apalagi bila tempat duduk mereka terpisah. Dengan demikian hal tersebut tidak dinilai sebagai sesuatu yang haram atau terlarang dalam agama. (Umpama dimajlis tersebut ada orang yang bermaksiat atau perbuatan munkar, maka orang itulah yang bertanggung jawab pada Allah swt., jadi bukan majlis dzikirnya yang harus dilarang atau diharamkan karena perbuatan maksiat pribadi tersebut--pen).

Pada masa Rasulallah saw., kaum wanita pernah ikut bahu membahu dan bekerja sama dengan kaum pria dalam berbagai aktivitas. Imam Bukhori dalam kitab haditsnya menjelaskan betapa kaum wanita terlibat dalam pengobatan para korban perang atau ikut dalamexpedisi perang dilaut. Umar bin Khattab ra. mengangkat Al-Syifa’ seorang wanita yang pandai menulis untuk mengurus pasar di Madinah yang sudah tentu disana bercampur baur antara lelaki dan wanita! Juga dalam Shahih Bukhori dikemukakan banyak riwayat tentang dialog wanita dengan pria. Tentunya dalam dialog tersebut wanita berbicara dengan lelaki.

Agama Islam pada hakekatnya hanya melarang pergaulan bebas, bukan menganjurkan pergaulan yang terbatas (berlainan jenis hanya berduaan disatu ruang). Agama melarang segala sesuatu yang dapat mengantarkan keperzinaan atau kedurhakaan. Sedangkan berkumpulnya banyak wanita dan lelaki diruang terbuka, apalagi tempatnya terpisah, tidak dapat dinilai sebagai sesuatu yang terlarang. Demikianlah keterangan Ustadz Quraish Shihab.

Sedangkan mengenai suara wanita; Al-Hafidh Ibnu Hajar ketika mengomentari hadits ‘Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi saw. tidakberjabat tangan dengan wanita ketika baiat, hanya dengan ucapan mengatakan; dalam hadits ‘Aisyah ini ada hukum bolehnya(mendengarkan) suara wanita yang bukan muhrim, dan suara mereka itu bukanlah aurat..... (Fathul-Bari, 16/330)

Kalau sekiranya pendapat Syekh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz ini benar yaitu haramnya berkumpul antara wanita dan lelaki yang bukan muhrimnya di majlis terbuka, mengapa para Muthawwi’ Saudi Arabia yang sepaham akidahnya dengan Syeikh ini membiarkan para wanita shalat berdampingan dengan kaum lelaki yang bukan muhrimnya di Masjidil Haram, Makkah pada musim haji, atau bulan-bulan Rajab, Sya’ban?, yang mana kami alami sendiri pada waktu musim haji dan bulan-bulan suci lainnya. Padahal ada riwayat hadits yang menganjurkan tempat wanita shalat bila berjama’ah adalah di belakang lelaki, juga letak seorang ibu di belakang anak lelakinya. Dan hal ini di setujui oleh jumhur ulama ahli Fiqih. Dalam hal ini ibadah sholat seharusnya malah lebih diperhatikan daripada berkumpulnya lelaki dan wanita pada peringatan keagamaan itu yang duduk mereka sering berpisah.
 
Bila kejadian tersebut diatas mereka katakan darurat, tidaklah mungkin karena mereka bisa mengatur untuk memisahkannya. Sebagaimana mereka bisa mengatur dan memeriksa tas-tas ratusan ribu orang yang mau masuk ke Masjid Makkah ini dan memisahkan tempat duduk para wanita serta menghalangi ratusan ribu orang masuk ke masjid kalau didalam masjid sudah sangat penuh. Sedangkan di-masjidil Haram Madinah sholat wanita berdampingan dengan lelaki yang bukan muhrim ini tidak pernah kami alami, walau pun di Madinah waktu itu juga ribuan muslimin yang sholat disana.

Begitu juga Rasulallah saw. memerintahkan agar orang berthawaf di sekitar Baitullah (Ka’bah) yang mana dalam ibadah ini dilakukan bersama-sama antara lelaki dan wanita, baik thawaf sunnah atau thawaf wajib pada waktu haji atau lainnya. Pada waktu thawaf ini sering terjadi perbuatan dosa yaitu tangan-tangan jahil lelaki yang tidak bertujuan untuk ibadah waktu penuh sesak akan sengaja menyentuh aurat wanita atau merapatkan tubuhnya pada wanita didepannya, mencuri dan lain sebagainya. 

Syari'at Islam tidak melarang pelaksanaan thawaf bersama lelaki dan wanita dalam ruangan terbuka, tetapi yang dilarang oleh agama ialah perbuatan haram/dosa yang disengaja yaitu perbuatan orang-orang jahil yang telah kami kemukakan tadi. Sebenarnya hal inilah yang harus lebih diperhatikan oleh para ulama Saudi khususnya agar sebisa mungkin memisahkan atau membatasi tempat-tempat thawaf antara wanita dan lelaki, sehingga tidak mungkin akan terjadi pergesekan atau persentuhan tubuh antara lelaki dan wanita pada waktu-waktu penuh sesak!!.

Bila thawaf bersamaan antara lelaki dan wanita diruangan yang terbuka tersebut dilarang oleh agama, tidak mungkin Rasulallah saw. makhluk Ilahi yang paling taqwa memerintahkan thawaf kepada kaum lelaki dan kaum wanita baik diwaktu menjalani manasik Haji maupun thawaf sunnah lainnya. Begitu juga beliau saw. tidak memerintahkan agar wanita diberi waktu-waktu khusus untuk mereka!

 Tidak lain karena beliau saw. telah meneliti dan melihat pada tempat yang terbuka tersebut tidak mungkin akan terjadi perzinaan, sedangkan bila ada terjadi tangan-tangan jahil yang dilakukan perorangan yang tidak niat ibadah ditempat tersebut itu adalah dosa besar yang ditanggung oleh pribadi itu sendiri. Jadi ibadah/amalan thawaf tidak perlu dilarang atau dimungkarkan karena perbuatan perorangan tersebut, sebagaimana pendapat syekh Bin Baz yang memungkarkan peringatan maulud karena disana terjadi bercampur nya lelaki dan wanita diruangan terbuka yang bukan muhrim.

Jadi sekali lagi bahwa agama Islam pada hakekatnya hanya melarang pergaulan bebas, melarang segala sesuatu yang dapat mengantarkan keperzinaan atau kedurhakaan. Sedangkan berkumpulnya banyak wanita dan lelaki diruang terbuka (dimajlis-majlis dzikir, maulid, pengajian dan sebagainya), apalagi tempat mereka terpisah, ini tidak dapat dinilai sebagai sesuatu yang terlarang/ haram. Baik wanita maupun lelaki selalu dianjurkan oleh syariat agama agar menutup auratnya seperti yang dianjurkan syari’at Islam. 

Begitu juga dianjurkan kepada para pengurus/organisator majlis-majslis dzikir agar mengatur sebaik mungkin tempat-tempat kaum lelaki dan kaum wanita, yang sejalan dengan syari'at atau yang tidak mungkin akan terjadinya maksiat didalam majlis-majlis itu. Bila masih ada orang yang melanggar syari’at baik ditempat majlis dzikir atau lainnya, itu adalah berdosa dan tanggung jawab pribadi orang itu terhadap Allah swt., jadi bukan majlisnya yang harus ditutup atau diharamkan. Wallahu A’lam.
 
Semoga kita semua diberi hidayah dan taufiq oleh Allah swt. dan tidak saling cela-mencela sesama saudara muslimnya dikarenakan amalan-amalan sunnah tersebut.

Share :

0 Response to "BAB-8G. Sekelumit Makalah"

Posting Komentar