BAB-11r.Nama dan sejarah singkat Sembilan orang Wali (Wali Songo)

Untuk sedikit menambah riwayat-riwayat yang telah dikemukakan tadi, marilah kita ikuti berikut ini nama dan silsilah para Wali Songo (Sembilan orang Waliyullah) yang dikenal ,khususnya, dikepulauan Jawa. Kaum muslimin di Jawa pada umumnya yakin bahwa tersebar luasnya agama Islam di Jawa adalah berkat kegigihan, keuletan dan kesabaran sejumlah ulama yang terkenal dengan sebutan: Wali Songo atau Sembilan orang Wali. Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa jumlah wali pada masa itu hanyalah sembilan orang. Adapula yang berpendapat jumlah mereka lebih dari sembilan, namun yang sembilan orang itulah yang terkenal luas.
Sebutan Wali sesungguhnya adalah singkatan dari kata Waliyullah, yakni orang yang beroleh limpahan karunia dari Allah swt, karena ketinggian mutu ketakwaan mereka kepada Allah dan kemantapan mereka dalam mengabdikan seluruh hidupnya demi kebenaran Allah dan keridhoan-Nya. Para waliyullah adalah hamba-hamba ,diluar para Nabi dan Rasul, yang dicintai Allah swt. Mereka benar-benar manusia sejarah bukan manusia dongeng, sebagaimana yang dikatakan oleh sementara orang yang tidak mempercayai adanya kekeramatan (karomah) yang di limpahkan Allah swt kepada para Wali. Allah swt. telah memberikan penjelasan kepada kita tentang para Wali itu, sebagaimananya firman-Nya:
Artinya: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya para Wali Allah itu tidak khawatir terhadap mereka dan tidak pula mereka itu bersedih hati. Mereka adalah orang-orang beriman dan senantiasa bertakwa” (QS Yunus:62-63). 

Allah swt menganugerahkan kehormatan atau kemuliaan ,menurut kehendakNya, kepada siapa saja dari kalangan hamba-hambaNya yang sholeh baik mereka yang dari kalangan umat Muhamad saw maupun dari kalangan para pengikut para Nabi dan Rasul sebelum beliau saw. Sebagaimana yang telah kami kemukakan pada bab 7 diwebsite ini ‘tentang pengertian Wali dan fatwa para ulama’ bahwa Allah swt memberi keampunan kepada pihak yang satu demi kemaslahatan pihak yang lain, memaafkan kesalahan pihak yang satu untuk kebaikan pihak yang lain dan menolong pihak yang satu untuk keselamatan yang lain. Demikianlah sebagaimana yang terdapat didalam hadits-hadits ‘Arafat (dikemukakan oleh Al-hafidh Al-Mundziri dalam At-Targhib wat Targhib bab ibadah haji jilid III hal. 323).  Bahkan ada pula hadits-hadits yang menegaskan  bahwa diantara para hamba Allah yang sholeh, ada yang justru karena kemuliaan (karomah) para waliyullah itu, Allah menurunkan rizki dalam kehidupan dialam wujud. Karena mereka, Allah menurunkan air hujan, memberikan pertolongan kepada hamba-hambaNya, mencegah datangnya bencana, mendatangkan kebajikan serta menyayangi semua penghuni bumi (hadits-hadits semacam itu antara lain yang diketengahkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan rawi-rawinya adalah para perawi hadits shohih dan diriwayatkan juga oleh Anas bin Malik ra dan Thabrani didalam Al-Ausath.). 

Nama-nama sembilan orang Wali yang sangat dikenal oleh kaum muslimin dipulau Jawa ialah:
1. Maulana Malik Ibrahim. 2. Sunan Ampel 3. Sunang Bonang 4. Sunan Giri. 5.Sunan Drajat. 6 Sunan Kalijaga. 7. Sunan Kudus. 8. Sunan Muria . 9. Sunan Gunung Jati. Riwayat hidup singkat Wali Songo ini, sebagai berikut:

Maulana Malik Ibrahim:
Beliau adalah Wali pertama dalam jajaran sembilan orang Waliyullah di Jawa. Nama lengkap dan silsilah nasabnya: Maulana Malik Ibrahim bin Barokat Zainul-‘Alam bin Jamaluddin Al-Husain (Jamaluddin Al-Akbar) bin Ahmad Syah Jalal bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Malik bin ‘Alawi bin Muhamad Shahib Marbath bin ‘Ali bin ‘Alawi bin Muhamad bin ‘Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin ‘Isa bin Muhamad bin ‘Ali bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhamad Al-Baqir bin ‘Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Husain bin Al-Imam ‘Ali bin Abi Thalib kw dan Fathimah Az-Zahra ra binti Muhammad Rasulallah saw. Tidak diragukan sama sekali bahwa Maulana Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ‘Alawiyyin yakni keturunan Ahlu-Bait Rasulallah saw.

Amat besar jasa dan pengabdian beliau kepada masyarakat dan mengeluarkan penduduk pulau Jawa yang pada zamannya masih banyak terbenam didalam kekufuran yaitu penganut agama Hindu dan Budha atau dua-duanya sekaligus Syiwa Budha. Dari penganut agama Hindu hanya golongan Wesya, Sudra dan Paria yang dapat diajak memeluk Islam. Sedangkan dari kaum Brahma dan Ksatria pada umumnya sukar menerima dakwah Islam karena agama Islam akan menyamakan kedudukan social mereka dengan rakyat biasa, yakni kaum kaum Wesya, Sudra dan Paria. Maka dari banyak dari mereka ini yang hijrah ke pulau Bali untuk mempertahankan agama- nya, yang hingga sekarang dikenal dengan agama Hindu Bali.  
Ada yang mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia, bahkan dikatakan juga bahwa beliau nikah dengan saudara wanita Raja Cermin. Akan tetapi riwayat seperti itu tidak mempunyai dasar yang kuat. Stamford Raffles,seorang politikus Inggris, dalam bukunya ‘History of Java’ yang ditulis tahun 1817 M menegaskan bahwa Maulana Malik Maghribi (julukan Maulana Malik Ibrahim) seorang dari keturunan dari (Ali) Zainal Abidin bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib yakni suami Siti Fathimah binti Muhamad saw. Mengenai negeri Cermin hingga sekarang tidak dapat dipastikan letak geografiknya. Menurut Raffles, terletak di Hindustan, sedangkan pakar sejarah yang lain mengatakan terletak dikepulauan Indonesia. Beberapa riwayat menuturkan bahwa Maulana Malik Ibrahim datang dari Gujarat, India. Menurut petunjuk yang terdapat pada batu nisan makam Maulana Malik Ibrahim, beliau wafat dalam tahun 882 H bertepatan dengan tahun 1419 M dikota Gresik, sebuah desa yang bernama Gapura (sekarang namanya jalan Malik Ibrahim).

Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Sunan Ampel dilahirkan sekitar tahun 1381 M di Campa. Mengenai nama Campa para pakar sejarah berbeda pendapat. Menurut Encyclopaedia Van Nederlandsche Indie, Campa adalah nama sebuah negeri kecil di Kamboja. Akan tetapi Stamford Raffles mengata- kan bahwa negeri Campa bukan di Kamboja, melainkan di Aceh (Sumatra) dan yang sekarang bernama Jeumpa. Pendapat Raffles tampaknya lebih mendekati kebenaran, karena Aceh dalam sejarah terkenal sebagai daerah islam pertama di Indonesia.

Sunan Ampel (Raden Rahmat), adalah saudara sepupu dengan Maulana Malik Ibrahim, di Gresik. Nama asli dan silsilahnya ialah Raden Rahmat bin Ibrahim Asmoro (Sunan Nggesik, Tuban) bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Syah Jalal …dan silsilah seterusnya sekaitan dengan silsilah Malik Ibrahim.
Beliau menikah dengan puteri tumenggung (hampir sama dengan bupati) Tuban Arya Teja, yang bernama Nyai Ageng Manila dan dari perkawinannya ini ia beroleh empat orang anak, ialah: Puteri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makhdum Ibrahim (dijuluki Sunan Bonang), Syarifuddin (Hasyim) yang dijuluki Sunan Drajat, yang keempat puteri, sebagai isteri Sunan Kalijaga.

Sunan Ampel dalam upayanya mengembangluaskan pemeluk agama Islam di pulau Jawa menyelenggarakanpondok pesantren di Ampel, Surabaya. Disanalah ia mendidik pemuda-pemuda Muslim sebagai calon-calon da’i dan muballigh yang akan menyebar keberbagai daerah. Diantara mereka adalah: Raden Paku yang kemudian terkenal dengan sebutan Sunan Giri ; Raden Patah (Abdul Fattah) yang kemudian menjadi sultan Bintoro Demak yang bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah, kerajaan Islam yang pertama di Jawa ; Raden Makhdum Ibrahim putera Sunan Ampel sendiri, yang kemudian terkenal dengan sebutan Sunan Bonang ; Syarifuddin (Hasyim, yang juga putera Sunan Ampel sendiri) yang terkenal juga dengan sebutan Sunan Drajat ; para da’i muballigh yang pernah diutus ke Blambangan untuk mengislamkan rakyat disana ; dan para pejuang Islam lainnya. Semuanya itu adalah mantan-mantan murid gemblengan Sunan Ampel. Beliau wafat di Surabaya dan dimakamkan di Ampel,Surabaya. 

Sunan Bonang (Maulana Makhdum Ibrahim)
Beliau adalah putera Sunan Ampel dan silsilah nasabnya sekaitan dengan silsilah nasab ayahnya. Menurut riwayat beliau lahir dalam tahun 1465 M dan wafat dalam tahun 1524 M. Sunan Bonang sangat giat dan semangat tinggi menyebarkan agama Islam di Jawa Timur, terutama di Tuban dan sekitarnya. Beliau juga menyelenggarakan pendidikan agama Islam dan menempa calon-calon da’i serta muballigh yang akan bertugas menyebarkan agama Islam keseluruh pelosok pulau Jawa. Konon Sunan Bonang inilah yang menciptakan gending Dhurmo,yang menghilangkan kepercayaan tentang adanya hari-hari sial menurut ajaran Hindu dan menghapus nama dewa-dewa sakti. Sebagai penggantinya, Sunan Bonang menanamkan pengertian dan kepercayaan tentang adanya para malaikat dan para Nabi. Apa saja yang tidak bertentang an dengan ajaran dan kepercayaan Islam oleh Sunan Bonang ditempuh sebagai jalan untuk mendekatkan rakyat kepada agama Islam. Dimasa hidupnya beliau turut berperan dan membantu penyelesaian pembangunan masjid agung Demak. Ini merupakan kenyataan yang membuktikan dukungan Sunan Bonang kepada kerajaan Islam yang pertama di Demak. Menurut makalah yang ditulis oleh Drs. Wiji Saksono yang berjudul ‘Islam Menurut Wejangan Wali Songo berdasarkan Sumber Sejarah’ mengetengahkan bahwa Sunan Bonang yang bergelar Prabu Hanyakrawarti dan berkuasa didalam ‘Sesuluking Ngelmi lan Agami’ sama kedudukannya dengan seorang Mufti besar yang berwenang memecahkan masalah-masalah keagamaan (Islam) dan ilmu. Ajaran-ajaran Sunan Bonang sedikit atau banyak mewakili ajaran ayahnya Sunan Ampel dan saudaranya Sunan Drajat. Sunan Bonang juga seperguruan dengan Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati yaitu berguru kepada Maulan Ishaq. Sunan Bonang adalah guru pertama dari Sunan Kalijaga. 

Sunan Giri ( dijuluki Raden Paku)
Nama asli dan silsilah nasabnya adalah: Muhammad Ainul Yakin bin Makhdum Ishaq bin Ibrahim Asmoro bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Syah Jalal dan silsilah seterusnya sekaitan dengan silsilah Maulana Malik Ibrahim. Beliau ini juga keturunan Rasulallah saw sebagaimana Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel dan lain-lain.
Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa Sunan Giri adalah salah satu murid Sunan Ampel. Waktu Sunan Giri berguru kepada Sunan Ampel, beliau bertemu dengan Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), putera Sunan Ampel. Beberapa lama kemudian Sunan Ampel menyuruh puteranya ini bersama Sunan Giri berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji sambil menuntut ilmu lebih dalam lagi. Sebelum berangkat menuju tanah suci mereka berdua singgah di Pasai untuk menambah bekal ilmu. Yang dimaksud ilmu dalam hal ini ialah ilmu ketuhanan menurut ajaran Tasawwuf. Pada masa itu konon banyak ulama berdatangan dari Persia dan India ke Pasai. Usai menunaikan ibadah haji dua orang muda itu pulang ke Jawa. Sunan Giri berhasil memperoleh ilmuladunniy, sehingga gurunya di Pasai memberinya nama ‘Ainul Yakin’.

Yang menakjubkan banyak orang ialah Sunan Giri justru lebih tersohor daripada gurunya. Dari berbagai pelosok orang berdatangan untuk berguru kepadanya. Bahkan ada pula yang datang dari kepulauan Maluku. Beberapa daerah dibagian timur Indonesia seperti Madura, Lombok, Makassar dan lain-lain, bangga memperoleh ilmu dari Sunan Giri. Hingga abad ke 17 M semua perguruan agama Islam yang diselenggara kan oleh anak cucu keturunan Wali ini kendati mereka tidak disebut sebagai wali terkenal dengan nama perguruan ‘Giri’. Perguruan-perguruan tersebut banyak dikunjungi oleh anak-anak para pembesar dan tokoh-tokoh terkemuka di Maluku. Di Hitu pernah terjadi upacar penghormatan besar untuk menyambut kedatangan sepucuk surat dari sang ‘Raja Bukit’ demikianlah masyarakat di Hitu menyebut salah seorang keturunan Sunan Giri (Giri dari bahasa Sansekerta yang artinya Bukit).Sungguh benar, keturunan Sunan Giri banyak yang beroleh kekuasaan politik penting. Pengaruhnya dalam penobatan raja-raja dipulau Jawa dan sekitarnya amat besar. Sunan Giri wafat dalam tahun 1035 M dan dimakamkan dibukit Giri (Gresik). Sepeninggalnya, kegiatan menyebarkan agama Islam diteruskan oleh Sunan Dalem, Sunan Sedam margi dan Sunan Prapen. 

Sunan Drajat (Maulana Syarifuddin)
Maulana Syarifuddin terkenal dengan sebutan Sunan Drajat (di Sedayu). Ia putra dari Sunan Ampel. Silsilah nasabnya juga sama dengan silsilah ayahnya sendiri yakni Sunan Ampel, sebagai keturunan dari Rasulallah saw. Dia juga seorang da’i yang gigih dan tekun menyebarkan kebenaran agama Allah, Islam kepada rakayat. Beliau juga termasuk pendukung setia Raden Patah dan turut serta mendirikan kerajaan Islam pertama di Demak (Jawa). Tidak banyak riwayat yang menuturkan kehidupan Sunan Drajat, baik kapan dilahirkan dan kapan dia wafat. Tetapi beliau dikenal sebagai waliyullah dan orang yang berjiwa sosial. Kasih sayang dan bantuannya kepada orang-orang yang hidup serba kekurangan, orang-orang sengsara, anak-anak telantar dan yatim piatu menjadi buah bibir masyarakat luas. Kekhususan Sunan Drajat adalah ia memberikan apa saja yang di milikinya bila diminta oleh orang yang membutuhkan. Terdapat juga riwayat yang mengatakan bahwa Sunan Drajat itulah yang menciptakan tembang ‘Pangkur’. Wallahu a’lam.

Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid)
Nama aslinya Raden Mas Syahid (R.M.Syahid) putra Ki Tumenggung Wilatika, bupati Tuban. Tentang nasab atau silsilah Sunan Kalijaga terdapat perbedaan pendapat dikalangan pakar sejarah Wali Songo. Sebagian mengatakan dia seorang dari suku Jawa Asli. Sebagian lagi dari pakar sejarah menegaskan nama asli Sunan Kalijaga ialah Zainal Abidin dan ia putra Sunan Ampel yakni bersaudara dengan Sunan Drajat, Sunan Bonang dan Sunan Kudus. Jika itu benar, berarti silsilah nasabnya sama dengan ayahnya yaitu Sunan Ampel yang bersambung sampai Imam Ali bin Abi Thalib kw isteri Fathimah Az-Zahra binti Muhamad saw. Ada sementara penulis yang mengatakan bahwa dia berdarah keturunan Arab yang berpuncak kepada Sayiduna Abbas bin Abdul Mutthalib (paman Rasulalallah saw). Menurut penulis ini Sunan Kalijaga adalah anak Tumenggung Wila Tirto, gubernur Jepara, bin Ario Tejo Kusumo, gubernur Laku, bin Ario Nembi bin Lembu Suro, gubernur Surabaya, bin Tejo Tuban bin Khurames bin Abadallah bin Abbas bin Abadallah bin Ahmad bin Jamal bin Hasanuddin bin Arifin bin Ma’ruf bin Abadallah bin Muzakir bin Wakhis bin Abadallah Azhar bin Abbas bin Abdulmutthalib...bin Hasyim dan seterusnya. Tetapi pembuktian si penulis seperti itu sukar diterima kebenarannya dan nama-nama yang disebutnya pun janggal. Sunan Kalijaga kawin dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq dan beroleh seorang putera dan dua orang puteri, yaitu: Raden Umar Sa’id, kemudian disebut Muria, Dewi Rukayah dan Dewi Sofiah.

Sunan Kalijaga seorang waliyullah yang sangat besar toleransinya, seorang pujangga (ahli hikmah) dan seorang filosof. Penulis Belanda menyebutnya Reizende Mubalig (Muballigh Keliling). Tiap pergi untuk bertabligh selalu di-ikuti oleh beberapa orang ningrat (kaum bangsawan Jawa) dan cendekiawan. Mereka ini menaruh simpati besar kepada Sunan Kalijaga bukan karena Wali ini orang Jawa Asli, melainkan karena ia berpikir kritis, cermat dan berpandangan jauh kedepan. Dia termasuk Wali yang sangat dihormati dan disegani, Sampai zaman sekarang ini dia dikenal oleh semua lapisan masyarakat Jawa dari lapisan atas (bangsawan) sampai lapisan bawah (rakyat jelata). Beliau tidak hanya mengislamkan manusia saja, tetapi juga mahir mengislamkan (memasukkan unsur-unsur dan pandangan Islam) keberbagai cabang kebudayaan Jawa seperti seni musik (gamelan dan gending), seni drama (dalam pementasan wayang kulit) dan kesusasteraan. Dia ,meskipun bukan penggemar kesenian, menguasai dengan baik ilmu karawitan (gending-gending dan lagu Jawa termasuk teori musik gamelan). Dia memesan serancak (seperangkat) gamelan dari seorang empu terkenal. Gamelan itu diberi nama ‘Kyai Sekati’, kemudian ditempatkan di serambi masjid Demak. Media dakwah yang bercorak seni rebana dan lagu-lagunya yang berirama Arab, yang sudah mulai dikenal oleh sebagian kaum Muslimin Jawa, dibiarkan terus berlangsung dan Sultan Kalijaga menambah mediah dakwah nya dengan gamelan. Rebana dan gamelan dihidupkan bersama, terutama pada tiap tahun memperingati hari lahir Nabi Muhamad saw. Gamelan yang berada di bawah tarub (atap terbuka) didepan serambi masjid Demak dihias dengan berbagai bunga agar menarik perhatian orang banyak, dan gamelan itu ditabuh tiada henti-hentinya. Sunan Kalijaga adalah seorang ulama yang sangat besar ketakwaannya kepada Allah swt dan mengenal baik apa yang dihalalkan dan yang diharam kan oleh syari’at Islam. Mengenai kapan Sunan Kalijaga dilahirkan dan kapan wafatnya tidak diketahui dengan pasti oleh pakar sejarah Islam di Indonesia. Yang sudah pasti ialah Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu, masih termasuk Kabupaten Demak, disebelah Timur Laut kota Demak. Wallahu a’lam.

Sunan Kudus (Jakfar Shadiq)
Jakfar Shadiq atau yang terkenal dengan nama Sunan Kudus adalah putera Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung di Jipang Panolan (ada yang mengatakan letaknya diutara kota Blora). Ada lagi sebagian pakar sejarah Islam di Indonesia yang mengatakan bahwa Sunan Kudus adalah putera Sunan Ampel. Jika ini benar maka nasab silsilahnya sama dengan nasab silsilah Sunan Ampel dan termasuk keturunan Rasulallah saw atau kaum Alawiyyin sama dengan tiga saudaranya Sunan Drajat, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga (?). Sunan Kudus disamping kegiatannya sebagai da’i penyebar agama Islam yang teguh berpegang pada ketentuan hukum syariat ,seperti halnya para Wali lainnya, ia pun mempunyai kedudukan resmi sebagai senopati (Panglima Perang) kerajaan Islam Demak.  Peninggalan Sunan Kudus yang paling menonjol adalah Masjid Agung di Kota Kudus. Bahkan menara yang berada didepan masjid Agung pun diberi nama Kudus. Nama Kudus diambil dari nama kota Baitul Makdis, yang oleh orang-orang Arab disebut juga dengan nama Al-Quds (bermakna Suci). Beliau diperkirakan wafat dalam tahun 1550M. 

Sunan Muria (Raden Umar Sa’id)
Nama aslinya Sunan Muria adalah Raden Umar Sa’id (ada yang menulis Raden Umar Syahid), termasuk Wali Songo yang kondang ditanah Jawa. Beliau dijuluki Sunan Muria karena ia hidup dilereng gunung Muria dan jenazahnya dimakamkan disana. Dalam riwayat disebut, Sunan Muria putera Sunan Kalijaga. Dengan demikian nasab silsilahnya ada dua versi. Versi pertama yaitu yang meriwayatkan Sunan Kalijaga orang Jawa Asli. Versi kedua meriwayatkan bahwa Sunan Kalijaga berdarah keturunan Arab (silahkan rujuk kembali riwayat Sunan Kalijaga). Sunan Muria menikah dengan puteri Sunan Ngudung yang bernama Dwei Sujinah. Dari perkawinannya beroleh seorang putera yang bernama Pangeran Santri, kemudian mendapat nama julukan Sunan Ngadilangu. Sunan Muria termasuk pendukung setia Kerajaan Islam Demak, bahkan bersama-sama Raden Patah dan lainnya, dia turut serta dalam mendirikan kerajaan tersebut dan ikut serta dalam penyempurnaan pembangunan Masjid Agung Demak. Dalam kegiatan mendakwahkan kebenarana agama Allah, Islam, ia lebih suka bergerak didesa-desa pedalaman yang letaknya jauh dari keramaian kota. Ia sendiri lebih senang tinggal didesa dan bergaul sehari-hari dengan rakyat jelata untuk ditarik masuk kedalam agama Islam, meskipun demikian dia tidak menolak siapa saja yang datang untuk menuntut agama Islam. Kawasan tempat ia berdakwah terletak dilereng gunung Muria, 18 km dari kota Kudus. Dalam mempertahankan kelestarian seni budaya Jawa ,sebagai media dakwah, dia menciptakan gending (lagu-lagu) ‘Sinom’ dan ‘Kinanti’, yang liriknya antara lain berbunyi: “Islam ageming urip, tan kena tininggala’ (Agama Islam adalah busana kehidupan, tak boleh ditinggalkan).

Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati mempunyai banyak nama antara lain Syarif Hidayatullah, Makhdum Gunung Jati dan masih banyak nama lainnya, yang paling terkenal ialah dengan nama Faletehan atau Fatahillah. Nasab silsilahnya ialah: Syarif Hidayatullah bin Abdullah (‘Umdatuddin) bin Ali Nur Alam bin Maulana Jamaluddin Al-Akbar Al-Husain bin Sayid Ahmad Syah Jalal bin Amir Abdulmalik bin Alwi bin Muhamad Shahib Marbath..dan silsilah seterusnya sekaitan dengan silsilah Maulana Malik Ibrahim. Dengan demikian Sunan Gunung Jati adalah keturunan Ahlu-Bait Rasulallah saw, yakni termasuk kaum Alawiyyin. Silsilah dan Nasab Sunan Gunung Jati ini dipandang absah, karena sudah dicocokkan dengan naskah yang ada di Palembang yaitu silsilah nasab Sunan Palembang dan dengan silsilah nasab yang berada di Banyuwangi. Menurut riwayat Sunan Gunung Jati datang dari Pasai (Sumatra utara) dan masa itu Pasai diduduki oleh orang-orang Portugis yang datang dari Malaka. Malaka direbut oleh Portugis pada tahun 1511 M. Sunan Gunung Jati pernah menuntut ilmu dikota Mekkah, kemudian nikah dengan adik perempuan Sultan Trenggono (Sultan Demak ke tiga). Sultan-sultan Banten adalah keturunan beliau. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggono ,berkat kegiatan dan jasa-jasa Sunan Gunung Jati, banyak daerah Jawa Barat berhasil di Islamkan, kemudian dimasukkan kedalam wilayah kekuasaan Demak. Untuk mempertahakan keislaman daerah-daerah itu Sunan Gunung Jati tetap berada di Jawa. Pada masa itu Jawa Barat masih berada dibawah kekuasaan kerajaan Hindu. Demikian pula Banten dan Sunda Kelapa. Atas izin dan persetujuan Sultan Demak , Trenggono, berangkatlah sebuah ekspedisi Islam ke Banten dibawah pimpinan Sunan Gunung Jati. Setelah berjuang sekian lama dengan gigih dan tabah pada akhirnya Banten jatuh ketangan Muslimin dan Sunda Kelapa pun dapat direbut dari kekuasaan Pajajaran. Dalam tahun 1526 M kolonial Portugis menginjakkan kaki di Sunda Kelapa, tetapi tak lama kemudian mereka dengan kekerasan diusir oleh Sunan Gunung Jati dan para pengikutnya. Serangan Franciso De Sa pun oleh Sunan Gunung Jati dipukul mundur, kemudian mereka lari meninggalkan Sunda Kelapa kembali ke Malaka (1527 M). Demikianlah perjuangan beliau terhadap golongan kolonial Portugis yang berani mengacak-acak tanah tumpah darahnya di Pasai. Sunan Gunung Jati wafat dalam tahun 1570 M dan dimakamkan didaerah Cirebon (Jawa Barat). 

Share :

0 Response to "BAB-11r.Nama dan sejarah singkat Sembilan orang Wali (Wali Songo)"

Posting Komentar