BAB-5J. Kehidupan Ruh-Ruh Manusia Yang Telah Wafat



  Mari kita rujuk ayat-ayat ilahi dan hadits-hadits Rasulallah saw. mengenai ruh-ruh orang yang telah wafat.

- Firman Allah swt.: “Janganlah kalian berkata; bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup (dialam lain), tetapi kalian tidak menyadari nya”. (Al-Baqarah : 154)

- Dan firman-Nya: “Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati. Bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dan mereka memperoleh rizki (kenikmatan besar)” ( Ali Imran : 169)

- Firman-Nya juga: “Mereka bertanya kepadamu (hai Muhammad) tentang ruh. Jawablah: ‘Itu termasuk urusan Tuhanku’, dan tidaklah kamu diberi ilmu (pengetahuan) melainkan sedikit” (Al Israa : 85)

Dua firman Allah diatas disamping menyebutkan orang-orang yang gugur di jalan Allah itu tidak mati tetap hidup (ruhnya) mendapat kenikmatan, juga dalam ayat-ayat itu tidak menyebutkan pembatasan yakni hanya ruh-ruh orang-orang yang gugur dalam peperangan saja yang masih hidup. 

Dengan demikian baik wafatnya itu waktu dalam peperangan sabil maupun wafat diatas tempat tidur, ruh-ruh (jadi bukan jasadnya) ini semuanya masih hidup di alam barzakh, makna yang demikian ini sejalan dengan hadits-hadits Rasulallah saw. tentang ruh manusia yang telah wafat (baca keterangan selanjutnya).

Ada pula riwayat waktu sahabat selesai dari perang besar, mereka gembira tetapi Rasulallah saw. bersabda: Kita sekarang selesai perang yang kecil dan menghadapi perang yang lebih besar. Sahabat bertanya; Perang apakah itu Ya Rasulallah, beliau saw. menjawab ; Memerangi hawa nafsu !

- Firman Allah swt.: “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatang kan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS 4:41)

- Firman-Nya juga; “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat pertengahan(yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu“ (QS 2:143),

Para Muthawwi’ sekitar makam Rasulallah saw. di Madinah selalu berteriak-teriak kepada para penziarah dengan ucapan, ‘Wahai haji, Rasul telah mati, berikan salam dan segera pergilah’ dan jika ada yang sedikit berlama-lama dalam berziarah lantas diteriaki, ‘Wahai haji, itu perbuatan syirik…!!’.
Bagi si pembaca bisa menyaksikan sendiri bila nantinya berziarah ke makam Rasulallah saw.. Apa maksud kata-kata itu?.Apakah mereka ini tidak memahami ayat-ayat ilahi diatas? Kalau golongan Wahabi mengatakan Rasulallah sudah wafat, bagaimana beliau saw. akan menjadi saksi bagi ummatnya setelah wafatnya beliau saw.? Tidak mungkin pula Nabi saw. dipanggil sebagai seorang saksi atas apa yang tidak beliau ketahui atau tidak beliau lihat!!

- Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya jilid III halaman 3 dari Abu ‘Amir, Abu ‘Amir menerimanya dari ‘Abdulmalik bin Hasan Al-Haritsiy, ‘Abdulmalik menerimanya dari Sa’id bin ‘Amr bin Sulaim, yang menuturkan sebagai berikut: "Saya mendengar dari seorang diantara kita, namanya aku lupa, tetapi (menurut ingatanku) ia bernama Mu’awiyah atau Ibnu Mu’awiyah. Ia menyampaikan hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. yang mengatakan, bahwasanya Rasulallah saw. pernah menyatakan; ‘Seorang mayyit mengetahui siapa yang mengangkatnya, siapa yang memandikannya dan siapa yang menurunkannya ke liang kubur’. Ketika dalam suatu majlis Ibnu ‘Umar mendengar hadits tersebut ia bertanya; ‘Dari siapa anda mendengar hadits itu’? Orang yang ditanya menjawab; ‘Dari Abu Sa’id Al-Khudri’. Ibnu ‘Umar pergi untuk menemui Abu Sa’id, kepadanya ia bertanya; ‘Hai Abu Sa’id, dari siapakah anda mendengar hadits itu ?’ Abu Sa’id menjawab; ‘Dari Rasulallah saw.’"

- Ibnul Qayyim didalam kitabnya Ar-Ruh menyatakan, bahwa ruh Abubakar Ash-Shiddiq ra. tampak (setelah ia wafat) didalam suatu peperangan bertempur bersama-sama pasukan muslimin melawan kaum musyrikin.

- Ibnul-Wadhih pun dalam Tarikh-nya mengemukakan kesaksian seorang yang melihat Rasulallah saw. (beliau saw. telah lama wafat) membawa sebuah tombak pendek ikut berperang melawan musuh-musuh Ahlul-Bait beliaudi Karbala, medan perang tempat Al-Husain ra. gugur sebagai pahlawan syahid.

- Dalam hadits-hadits Nabi saw. menerangkan bahwa ruh-ruh orang yang wafat itu hidup dialam barzakh, bisa mendengar terompah-terompah kaki orang yang mengantarkan kekuburnya (HR Bukhori, Muslim dan lain-lain), bisa mendo’akan kerabatnya dan sebagainya (HR Ahmad dan Turmudzi dari Anas). 

Begitu juga Imam Bukhori dan Muslim mengemukakan kisah perjalanan Isra-Mi’raj Nabi saw.. Setiap beliau saw. bertemu para Nabi dan Rasul terdahulu, semua mendo’akan kebajikan bagi beliau saw.. Dengan demikian disini menunjukkan bahwa arwah orang yang telah wafat di alam baqa bisa berdo’a.

- Rasulallah saw. juga bersabda bahwa arwah kaum mu’minin bisa terbang kemana saja yang mereka kehendaki (dari Salman Al-Farisy yang ditulis oleh Ibnul Qayyim ‘Mengenai soal ruh’ halaman 144, serta ada sabda Rasulallah saw. yang serupa juga diriwayatkan oleh Imam Malik ra). Begitu juga mengenai adzab/siksa didalam kubur dan lain sebagainya.

Didalam buku fiqih Sunnah Sayid Sabiq ,Indonesia, jilid 4 dari hal.221 bab pertanyaan didalam kubur, antara lain ditulis:

“Berkata Ibnul Qayim:’Menurut madzhab golongan Salaf serta para imam mereka, jika seseorang wafat, maka adakalanya ia akan berbahagia dan adakalanya pula celaka, hal mana akan dirasakan oleh ruh dan badannya. Ruhnya itu akan tetap ada setelah ia berpisah dari badan, mengalami kebahagiaan atau kesengsaraan, dan sewaktu-waktu ia akan kembali berhubungan dengan badannya, buat menikmati kebahagiaan atau menderitakan kesengsaraan itu bersama-sama. 

Kemudian bila datang saatnya kiamat besar, ruh-ruh itu pun kembali kepada tubuh masing-masing, dan bangkit lah mereka dari kubur untuk menghadap Allah Rabbul ‘Alamin. Dan mengenai kembalinya badan-badan ini, disepakati bersama baik oleh golongan Muslimin, Yahudi maupun Nasrani’ “.

Dalam halaman 223 dibuku fiqih sunnah tersebut juga ditulis, bahwa Hafidz berkata dalam Al-Fath:
“Ahmad bin Hazmin dan Ibnu Hurairah berpendapat bahwa pertanyaan (kubur) itu hanya diajukan kepada ruh saja, tanpa kembalinya kepada tubuh. Pendapat ini berbeda dengan pendapat jumhur yang mengatakan, Ruh itu dikembalikan kepada tubuh atau kepada sebagian daripadanya sebagaimana diterangkan oleh hadits. 

Seandainya hanya kepada ruh saja, maka badan tidak mempunyai keistemewaan apa-apa. Dan tidak ada halangannya jika tubuh mayat telah terpisah-pisah, karena Allah mampu mengembalikan kehidupan kepada satu bagian dari tubuh tsb., yang akan menjadi sasaran pertanyaan, disamping Dia mampu pula menghimpun bagian-bagian tubuh yang telah berserakan”.

Yang menjadi alasan bagi orang yang mengatakan bahwa pertanyaan kubur itu hanya ditujukan kepada ruh saja, ialah karena menurut pengamatan, tidak ada tanda-tanda dan bekas tampak pada tubuh itu sewaktu ditanya, seperti bangkit duduk, digencet atau dilapangkan tempat dan lain-lain. Dan demikian pula halnya dengan mayat yang tidak ditanam seperti yang disalib dan lain-lain. Sebagai jawabannya, jumhur mengatakan bahwa itu tidak menjadi halangan dalam kodrat Ilahi, bahkan ada bandingannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Yaitu orang yang tidur, kadang-kadang ia merasakan kesenangan atau kesakitan, sedang teman yang didekatnya tidak mengetahuinya. Bahkan juga orang yang tidak tidur (sedang bangun), kadang-kadang ia merasakan kesenangan atau kesakitan, sedang teman yang didekatnya tidak mengetahuinya. Atau dia sedang merasa susah atau senangdisebabkan apa yang sedang didengar atau dipikirkannya, padahal kawan duduknya tidak menyadarinya.

Pokok pangkal kesalahan terletak dalam menyamaratakan yang ghaib dengan yang nyata, suasana dialam barzakh dengan dialam dunia.Rupanya Allah swt telah menurunkan hijab/tirai dan menutupi pandangan dan pendengaran hamba dari menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, agar mereka tidak takut dan tidak melarikan diri. Apalagi alat-alat indera duniawi tidak mempunyai kemampuan buat menembus soal-soal dialam malakut, kecualibagi orang-orang yang di-izinkan Allah swt.

Demikianlah antara lain yang dikutip oleh Sayid Sabiq dalam Fiqih Sunnahnya. Kami sengaja sering mengutip dari bukunya Sayid Sabiq karena sebagian besar pendapat- nya sepaham dengan golongan Wahabi/Salafi.

Agama Islam mewajibkan mempercayai adanya alam ruh walaupun semuanya ini belum terjangkau dengan akal manusia. Semuanya ini telah dijelaskan baik dalam ayat ilahi maupun sunnah Rasulallah saw.. Hadits-hadits diatas ini (bisa melihat siapa yang memandikannya, yang mengantarkan keliang kubur, bisa terbang kealam mana saja yang dia dikehendaki dan lain sebagainya) juga menunjukkan dan memperkuat kenyataan adanya kehidupandialam ghaib (barzakh).

Marilah kita ikuti kajian berikutnya.

– Hadits dari Anas bin Malik sebagai berikut : َّ

عَنْ أنَسٍ بْنِ مَالِكٍ (ر) أنَّ رَسُوْلَ الله .صَ. تَرَكَ قََتـْلَى بَدْ ٍر ثَلاَثًا ثُمَّ أتَاهُـمْ فَقَامَ عَلَيْهِمْ فَنَادَاهُمْ فَقَالَ: يَا أبَا جَهلٍ ابْنَ هِشَـامٍ يَا أمَيَّةُ ابْنَ خَلَفٍ يَا عُتْبَةُ ابْنَ رَبِيْعَة يَا شَيْبَة ابْنَ رَبِيـْعَة اَلَيْسَ قَدْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَد رَبُّكُمْ حَقـًّا فَاِنّيِ قَدْ وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي رَبِّي حَقـًّا.فَسَمِعَ عُمَرُ قَوْلَ النَّبِي فَقَالَ: يَا رَسُولَ الله كَيْفَ يَسْمَعُوْا وأنَّي يُجِيبُوْا وَ قَدْ جَيِِّفُوْا. قَالَ: وَالَّـذِي نَفْسِي بِيَدِه مَا أنْـتُمْ بِأسْمَع لِمَا أقُوْلُ مِنْهُمْ وَلَـكِنَّهُمْ لاَ يَقـدِرُوْنَ اَنْ يجِيْبُوا (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: “Bahwa Rasulallah saw. membiarkan mayyit orang kafir yang terbunuh dalam peperangan Badar selama tiga hari. Kemudian beliau saw mendatangi mereka lalu berdiri sambil menyeru mereka: ‘ Hai Abu Jahal bin Hisyam, Hai Umayyah bin Khalaf, Hai Utbah bin Rabi’ah, Hai Syaibah bin Rabi’ah! Bukankah kamu telah mendapat- kan janji Tuhanku sebagai sesuatu yang benar (yakni kalah dan terbunuh). Sesungguhnya aku telah mendapatkan janji Tuhanku sebagai sesuatu yang benar (yakni memperoleh kemenangan)’ Umar bin Khattab ra mendengar ucapan Nabi saw. bertanya: ‘ Wahai Rasulallah, bagaimana mereka bisa mendengar dan bagaimana pula mereka bisa menjawab sedangkan mereka telah menjadi bangkai ? Maka Rasulallah saw. bersabda: ‘Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya, tidaklah kamu memiliki kemampuan mendengar yang melebihi mereka terhadap apa yang aku ucapkan, akan tetapi mereka tidak mampu menjawab’ “. (HR.Bukhori, Muslim).
 
Lihat hadits ini yang mana Rasulallah saw. telah tegas menjawab pertanyaan khalifah Umar bin Khattab ra bahwa mayit itu bisa mendengar perkataan Nabi saw. malah pendengaran mereka itu lebih tajam dari para sahabat yang hadir. Hadits ini menunjukkan kebolehan kita untuk memanggil orang yang telah wafat dengan kata-kata Ya Fulan (Hai anu). Mengapa justru golongan pengingkar melarang kita memanggil junjungan kita Muhammad saw. dengan kata-kata Ya Rasulallah…, apa salahnya dalam hal ini? (silahkan baca bab tawassul dan tabarruk dalam website ini).

Ada golongan yang senang memutar balik makna hadits dari Anas bin Malik tersebut dengan mengatakan, hal ini karena Rasulallah saw. yang berkata kepada si mayit, bila selain beliau saw. maka mayit tersebut tidak akan bisa mendengar. Pikiran mereka semacam ini sudah tentu salah karena yang pertama dalam hadits itu Rasulallah saw. tidak mengatakan khusus untuk beliau mayit tersebut bisa mendengar ucapannya, sedangkan selain beliau mayyit itu tidak bisa mendengar. Bila demikian Rasulallah saw akan menjawab terhadap Umar ra ‘mereka itu mendengar karena aku yang berbicara padanya dan selain aku maka mereka tidak bisa mendengarnya’ tapi jawaban beliau saw. adalah: ‘tidaklah kamu memiliki kemampuan mendengar yang melebihi mereka terhadap apa yang aku ucapkan’..

Yang kedua; banyak hadits lain mengatakan bahwa orang yang sudah dikuburkan itu dikembalikan ruhnya kedalam tubuhnya, bisa mendengar terompah para pengantar jenazahnya, bisa merasakan hidup bahagia atau sengsara (adzab kubur) di-alam barzakh, dan lain sebagainya. 

Dalam hadits lain Rasulallah saw. menyuruh kita menziarahi kubur dan memberi salam kepada mereka. Tidak lain yang menjadikan semua mayit bisa mendengar dan sebagainya ini adalah Allah swt. dan tidak ada seorang pun yang meragukan bahwa Allah swt. mampu melakukan yang demikian ini.

Telitilah hadits-hadits Rasulallah baik yang telah kami kemukakan maupun pada halaman berikut ini yang mana beliau saw. bisa menjawab semua salam yang disampai- kan kepadanya. Beliau saw. juga bisa berdo'a kepada Allah swt. untuk kaum muslimin yang masih hidup dan lain sebagainya, walaupun beliau saw. sudah wafat. Begitupun juga ruh kaum mukminin lainnya.

- Hadits dari Abu Ya’la dalam mengemukakan persoalan Nabi ‘Isa as. dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulallah saw. bersabda: “Jika orang berdiri diatas kuburku lalu memanggil ‘Ya Muhammad Rasulallah’ pasti kujawab”. Hadits ini dikemukakan juga oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Al-Mathalibil-Aliyah jilid 4/23 pada bab: ‘Kehidupan Rasulallah saw. didalam kuburnya’.

– Anas bin Malik ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulallah saw. pernah menerangkan: “Para Nabi hidup didalam kubur mereka dan mereka bersembahyang”. Hadits ini diketengahkan oleh Abu Ya’la dan Al-Bazaar di dalam kitab Majma’uz- Zawaid jilid 8/211. Imam Al-Baihaqi juga mengetengahkan juga dalam bagian khusus dari risalahnya.

- Anas bin Malik ra. juga mengatakan, bahwa Rasulallah saw. pernah memberitahu para sahabatnya bahwa: “Para Nabi tidak dibiarkan didalam kubur mereka setelah empat puluh hari, tetapi mereka bersembah-sujud dihadapan Allah swt.hingga saat sangkala ditiup (pada hari kiamat)”.

– Al-Baihaqi menanggapi hadits ini dengan tegas mengatakan: ‘Tentang kehidupan para Nabi setelah mereka wafat banyak diberitakan oleh hadits-hadits shohih’. Setelah itu ia menunjuk kepada sebuah hadits shohih yang meriwayatkan bahwa Rasulallah saw. bersabda :“Aku melewati Musa (dalam waktu Isra’) sedang berdiri sembahyang didalam kuburnya”.

– Sebagaimana telah diketahui oleh kaum muslimin, bahwa dalam perjalanan Isra’ Rasulallah saw. melihat Nabi Musa as. sedang berdiri sholat, Nabi ‘Isa as. juga sedang berdiri sholat. Bahkan Rasulallah saw. mengatakan bahwa Nabi ‘Isa as mirip dengan ‘Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafy. Beliau saw. juga melihat Nabi Ibrahim as. sedang berdiri sholat dan Nabi ini mirip dengan beliau saw. Setiba saat sholat berjama’ah beliaulah yang meng- imami para Nabi dan Rasul sebelumnya. Usai sholat malaikat Jibril as berkata kepada beliau saw.: ‘Ya Rasulallah, lihatlah, itu malaikat Malik, pengawal neraka, ucapkanlah salam kepadanya’. Akan tetapi baru saja Rasulallah saw. menoleh ternyata malaikat Malik sudah mengucapkan salam lebih dahulu.
 
Riwayat tentang Isra’ ini dapat kita baca dalam Shohih Muslim yaitu riwayat yang berasal dari Anas bin Malik dan diketengahkan oleh ‘Abdurrazzaq di dalam Al-Mushannaf jilid 3/577.

– Dalam Dala’ilun-Nubuwwah Al-Baihaqi mengetengahkan sebuah hadits shohih dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulallah saw. mengatakan setelah Isra’: “Pada malam Isra’ aku melihat Musa dibukit pasir merah sedang berdirisembahyang dalam kuburnya”. Hadits ini diketengahkan juga oleh Muslim dan Shohih-nya jilid 11/268.
 
Banyak hadits dari Rasulallah saw. waktu beliau saw. Isra’ dan Mi’raj telah melihat para Nabi dan Rasul ; Musa as. ‘Isa as. Ibrahim as. Idris as., Yunus, Yusuf as. dan lain-lain. Ini juga membuktikan bahwa para Nabi dan Rasul hidupdi alam barzakh dengan kemuliaan, keagungan dan keluhuran yang serba sempurna berkat karunia Allah swt. dan mereka tetap bersembah sujud kepada Allah swt. 

Begitu juga dalam riwayat Isra’ dan Mi’raj ini, setiap Rasulallah saw. bertemu para Rasul selalu berdo’a kepada Allah swt. kebaikan dan kebajikan untuk Rasulallah saw. Dengan demikian menunjuk kan bahwa orang yang telah wafat masih bisa juga berdo’a kepada Allah swt. untuk orang yang masih hidup.

– Sedangkan hadits-hadits Nabi saw. mengenai pertanyaan dan siksa kubur diantaranya: Diriwayatkan oleh Muslim dari Zaid bin Tsabit, diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Qatadah yang diterimanya dari Anas bin Malik, diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim dan Ash Habus Sunan dari Barra’ bin ‘Azib, dan yang tercantum dalam Musnad Imam Ahmad, dan shohih Abu Hatim, diriwayatkan shohih Bukhori yang diterima dari Samurah bin Jundub, diriwayatkan oleh Thahawi dari Ibnu Mas’ud, diriwayatkan oleh Nasa’i dan Muslim yang diterima dari Anas, yang diriwayatkan oleh Nasa’I, Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar.

(Kami sengaja mencantumkan perawi-perawinya saja dan tidak mencantumkan hadits-haditsnya karena cukup panjang sehingga memerlukan halaman yang lebih banyak lagi. Bagi pembaca yang ingin mengetahui hadits mengenai ruh-ruh dialam barzakh dan adzab kubur, lebih mudahnya silahkan rujuk pada buku terjemahan bahasa Indonsia Fikih Sunnah oleh Sayyid Sabiq jilid 4 dari hal. 221).

Jadi jelas sekali banyak riwayat hadits mengenai ruh-ruh orang mukmin di alam barzakh, mereka bisa tetap mendapat pahala, bisa berdo’a, terbang kemana-mana menurut kehendaknya dan sebagainya. Semuanya ini adalah kekuasaan Ilahi yang kadang kala tidak terjangkau oleh pikiran manusia biasa, yang belum diberi ilmu oleh Allah swt. mengenai hal itu.

Nabi saw. juga mensunnahkan memohonkan ampun bagi mayat pada waktu sholat jenazah, ziarah kubur dan waktu lainnya atau berdo’a pada ketika baru selesai dimakam- kan, agar dikuatkan pendiriannya. Sebuah hadits yang diterima dari Usman bin Affan di riwayatkan oleh Abu Dawud dan oleh Hakim yang menyatakan sahnya, juga oleh Al Bazzar.

كَانَ النَّبِي.صَ. إذَا فُرِغَ مِنَ الدَّْفْنِ المَيِّت وَقَفَ عَلَيْهِ, فَقَالَ: إستَغْفِرُوا ِلأخِيْكُمْ وَسَلوُا لَهُ التَثبِـيْتَ فَإنّـَهُ الأنَ يُسْألُ (رواه ابو داود والحكم وصححه والبزار)

Artinya: “Bila selesai menguburkan mayat, Nabi saw., berdiri di depannya dan bersabda: Mohonkanlah ampun bagi saudaramu, dan mintalah dikuatkan hatinya, karena sekarang ini ia sedang ditanya (oleh Malaikat Munkar dan Nakir)”.

Talqin

Dengan adanya ayat ilahi dan hadits-hadits tadi dari Anas bin Malik mengenai mendengarnya gembong-gembong kafir yang telah wafat atas ucapan Rasulallah saw. dan hadits terakhir diatas dari Utsman bin Affan serta hadits-hadits lainnya tentang kehidupan ruh-ruh manusia yang telah wafat, banyak para pakar membolehkan bacaan Talqin (berarti mengajari dan memberi pemahaman/peringatan) dimuka kuburan mayyit yang baru selesai di makamkan, yang akan berhadapan dengan malaikat Munkar dan Nakir untuk menanyainya. Sudah tentu semua orang itu tergantung dari amal sholehnya waktu dia masih hidup bukan hanya tergantung dari Talqin ini. 

Tapi ini bukan berarti si mayit tidak bisa mengambil manfa’at dari amalan orang yang masih hidup (diantaranya Talqin ini), juga bukan berarti Allah swt. telah menutup manfa’at amalan orang yang masih hidup, yang ditujukan pada si mayyit ini. Rahmat, Kurnia dan Ampunan Ilahi sangat luas sekali, janganlah kita sendiri yang membatasinya !

Menurut istilah talqin ini memiliki dua pengertian yaitu; Mengajarkan kepada orang yang akan wafat kalimat tauhid yakini Laa ilaaha illallah yang kedua ialah: Mengingatkan orang yang sudah wafat, yang baru saja dikuburkan beberapa hal yang penting baginya untuk menghadapi dua malaikat yang akan datang padanya.

- Salah satu hadits mengenai talqin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi Dawud, dan imam An Nasai :

لقنوا موتاكم لا إله إلا الله

“Talqinilah orang-orang mati kalian dengan لا إله إلا الله “

Memang mayoritas ulama mengatakan bahwa yang dimaksud lafadz موتاكم dalam hadits diatas ialah orang-orang yang hampir mati bukan orang-orang yang telah mati, sehingga hadits tersebut menggunakan arti majas (arti kiasan) bukan arti aslinya. Akan tetapi, tidak salah juga jika kita artikan lafadz tersebut dengan arti aslinya yaituorang yang telah mati. Karena menurut kaidah bahasa arab, untuk mengarahkan suatu lafadz kepada makna majasnya diperlukan adanya qorinah (indikasi) baik berupa kata atau keadaan yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan perkataan tersebut adalah makna majasnya bukan makna aslinya.

Sebagai contoh jika kita katakan “talqinillah mayit kalian sebelum matinya” maka kata-kata “sebelum matinya” merupakan qorinah yang mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan kata mayit dalam kalimat ini bukan makna aslinya (yaitu orang yang telah mati), tapi makna majasnya (orang yang hampir mati).Sedangkan dalam hadits tersebut tidak diketemukan Qorinah untuk mengarahkan lafadz موتاكم kepada makna majasnya, maka sah saja jika kita mengartikannya dengan makna aslinya yaitu orang-orang yang telah mati bukan makna majasnya. Pendapat inilah yang dipilih oleh sebagian ulama seperti Imam Ath Thobary, Ibnul Humam, Asy Syaukany, dan Ulama lainya.

– Selain hadits diatas, didalam kitab Fikih Sunnah (bahasa Indonesia) oleh Sayyid Sabiq bab Hukum menalkinkan mayyit jilid 4 halaman 168-169 cetakan pertama 1978, cetakan (angka terakhir) 2019181716151413 diterbitkan oleh PT Alma’arif, dihalaman buku ini ditulis:
 
" Dianggap sunnah oleh Imam Syafi’i dan sebagian ulama lainnya menalkinkan mayat yakni yang telah mukallaf, bukan anak kecil setelah ia (mayit) dikuburkan, berdasar- kan apa yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dari Rasyid bin Sa’ad dan Dhamrah bin Habib dan Hakim bin ‘Umeir (ketiga mereka ini adalah tabi’in yakni yang bertemu dengan para sahabat dan tidak menjumpai Nabi saw.) kata mereka:

“Jika kubur mayat itu telah selesai diratakan dan orang-orang telah berpaling mereka menganggap sunnah mengajarkan kepada mayat dikuburnya itu sebagai berikut: ‘ Hai Anu (nama si mayit disebutkan), ucapkanlah Laa ilaaha illallah asyhadu an laa ilaaha illallah’, sebanyak tiga kali ! Hai Anu, katakanlah; ‘Tuhanku ialah Allah, agama- ku ialah Islam dan Nabiku Muhammad saw.’ Setelah mengajarkan itu barulah orang tadi berpaling ".Riwayat dari tabi’in ini ada disebutkan juga oleh Hafidz dalam At-Takhlis dan beliau berdiam diri mengenai hal itu.

Imam Thabarani meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Umamah yang katanya sebagai berikut:
“Jika salah seorang diantara saudaramu meninggal dunia, dan kuburnya telah kamu ratakan, maka hendaklah salah seorang diantaramu berdiri dekat kepala kubur itu dan mengatakan: ‘Hai Anu anak si Anu ! Karena sebenarnya ia (si mayit) bisa mendengarnya tetapi tidak dapat menjawab. Lalu hendaklah dipanggilnya lagi; Hai Anu anak si Anu! Maka mayit itu akan duduk lurus. Lalu dipanggilnya lagi; Hai Anu anak si Anu ! Maka ia (si mayit) akan menjawab; Ajarilah kami ini! Hanya kamu (orang-orang yang masih hidup) tidak menyadarinya. Maka hendaklah diajarinya (sebagai berikut):

‘Ingatlah apa yang kaubawa sebagai bekal tatkala meninggalkan dunia ini, yaitu mengakui bahwa tiada Tuhan, melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu hamba dan utusan-Nya, dan bahwa engkau telah meridhoi Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi dan Al-Qur’an sebagai Imam’. Maka Munkar danNakir akan saling memegang tangan sahabatnya dan mengatakan: Ayolah kita berangkat ! Apa perlunya klita menunggu orang yang diajari jawabannya yang benar ini ! Seorang lelaki bertanya: Ya Rasulallah, bagaimana kalau ibunya tidak dikenal? Ujarnya (Nabi saw.) ‘Hubungkan saja dengan neneknya Hawa dan katakan; Hai Anu anak Hawa ‘ “.

Berdasarkan hadits ini, para ulama Syafi`iyah, sebagian besar ulama Hanbaliyah, dan sebagian ulama Hanafiyah serta Malikiyah menyatakan bahwa mentalqini mayit adalah mustahab (sunah). Berkata Hafidz dalam At-Talkhish: ‘Isnad hadits itu baik dan dikuatkan oleh Dhiya’ dalam buku Ahkam-nya. Dan pada sanadnya terdapat: ‘Ashim bin Abdullah, seorang yang lemah. Berkata Haritsani setelah mengemukakan hadits diatas ini: ‘Pada sanadnya terdapat sejumlah orang yang tidak saya kenal’.
Sedangkan kata Imam Nawawi: ‘Hadits ini walaupun lemah, tapi dapat diterima’! 

Para ulama hadits dan lain-lain telah menyetujui sikap yang luwes dalam menerima hadits-hadits mengenai keutamaan-keutamaan, anjuran-anjuran dan ancaman-ancaman. Apalagi ia telah dikuatkan oleh keterangan-keterangan lain seperti hadits yang lalu 'dan mohonlah agar hatinya dikuatkan'. Dan wasiat dari Amr bin Ash, sedang keduanya merupakan keterangan yang sah. Dan hal ini tetap dilakukan oleh penduduk Syria, dari masa Amr itu hingga sekarang. Sedangkan menurut keterangan yang masyhur pendapat golongan Maliki dan sebagian golongan Hambali, talqin itu hukumnya makruh".
Demikianlah yang ditulis oleh Sayid Sabiq.

– Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim r.a :

وعن عمرو بن العاص – رضي الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ، فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ، وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم

Artinya: Diriwayatkan dari `Amr bin Al `Ash, beliau berkata : Apabila kalian menguburkanku, maka hendaklah kalian menetap di sekeliling kuburanku seukuran disembelih- nya unta dan dibagi dagingnya sampai aku merasa terhibur dengan kalian dan saya mengetahui apa yang akan saya jawab apabila ditanya Mungkar dan Nakir.

Semua hadits ini menunjukkan bahwa talqin mayit memiliki dasar yang kuat. Juga menunjukkan bahwa mayit bisa mendengar apa yang dikatakan pentalqin dan merasa terhibur dengannya. Salah satu ayat yang mendukung hadits di atas adalah firman Allah swt.:

وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ

Artinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. “

Ayat ini memerintah kita untuk memberi peringatan secara mutlak tanpa mengkhususkan orang yang masih hidup. Karena mayit bisa mendengar perkataan pentalqin, maka talqin bisa juga dikatakan peringatan bagi mayit, sebab salah satu tujuannya adalah mengingatkan mayit kepada Allah agar bisa menjawab pertanyaan malaikat kubur dan memang mayit di dalam kuburnya sangat membutuhkan peringatan tersebut. Jadi ucapan pentalqin bukanlah ucapan sia-sia karena semua bentuk peringatan pasti bermanfaat bagi orang-orang mukmin.

Lebih mudahnya, kami anjurkan bagi pembaca yang ingin tahu mendetail mengenai dalil-dalil dan wejangan para pakar tentang pembolehan talqin ini bisa membaca buku yang berjudul Argumentasi Ulama Syafi’iyah oleh Ust.H.Mujiburrahman atau langsung merujuk kitab-kitab ulama berikut ini ,yang disebutkan dibuku itu, antara lain ialah: Imam Nawawi dalam kitabnya Majmu’ Syarah Muhazzab 5/303 dan kitabnya Al-Azkar hal.206, didalam kitab ini disebutkan juga nama ulama salaf yang membolehkan talqin.
 
Syaikh Dr. Wahbah Zuhaily dalam kitabnya Al-Fighul Islami 11/536
Syaikh Yusuf Ardubeli dalam kitabnya Al-Anwar 1/124
Syaikh Khatib Syarbini dalam kitabnya Al-Iqna’/183
Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj 3/207
Imam Ramli dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj 3 /40. 

Dan masih ada lagi para pakar lainnya yang membolehkan talqin ini, tidak lain semuanya merupakan Fadha’ilul A’mal amalan-amalan yang mengandung keutamaan yang terdiri dari do’a-do’a dan dzikir.

Dengan demikian amalan Talqin sudah dikenal dan diamalkan oleh para salaf serta para pakar dari zaman dahulu. Bagi orang yang tidak mau mengamalkan hal ini karena mengikuti wejangan ulamanya silahkan, karena hal ini bukan amalan wajib, tapi janganlah mencela, mensesatkan, mengharamkan sampai-sampai berani mensyirik- kan orang yang mau mengamalkan talqin ini, karena mereka ini juga mempunyai dalil dan mengikuti wejangan para pakar Islam serta para salaf.

Sekalipun ada golongan yang mengatakan hadits-hadits mengenai talqin diatas adalah lemah atau tidak ada sama sekali, tidak ada halangan untuk mengamalkan amalan-amalan yang mengandung keutamaan yang terdiri dari do’a-do’a dan dzikir. Sebagaimana kaidah yang dikenal para pakar hadits diantaranya Ibnu Hajr dalam kitabFathul Mubin :32 yang mengatakan: ‘Sesungguhnya para ulama sepakat bahwa hadits lemah boleh dipakai/diamalkan pada Fadha’ilul ‘Amal (amal-amal yang mengandung ke utamaan)’.
Sudah tentau hadits Fadha'ilul Amal yang lemah ini tidak boleh bertentangan dengan hadits shohih.

Mari kita rujuk lagi dalil-dalil bahwa manusia yang telah wafat dapat berdo’a dan melihat amalan para kerabatnya yang masih hidup didunia:

– Firman Allah swt. dalam At-Taubah:105: “Dan katakanlah (hai Muhammad); Hendaklah kalian berbuat. Allahdan Rasul-Nya serta kaum Mu’minin akan melihat perbuatan/pekerjaaan kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada-Nya yang Maha Mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata, lalu oleh-Nya kalian akan di beritahukan apa yang telah kalian perbuat/kerjakan”.
 
Sekaitan dengan makna ayat diatas ini, ada beberapa hadits Nabi yang menerangkan bahwa semua perbuatan kaum Mu’minin akan dihadapkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. dan kepada sanak-keluarga dan kaum kerabat yang telah wafat. Mereka yang telah meninggal itu akan bersedih hati bila kerabat mereka yang didunia melakukan amalan-amalan yang dilarang oleh Allah swt., sehingga mereka berdo’a pada Allah swt. agar kerabatnya yang didunia mendapat hidayah dari Allah sebelum mereka wafat. Mereka juga akan merasa bahagiabila mendengar amalan-amalan baik dari kerabatnya yang didunia. Ibnu Mas’ud ra menuturkan, bahwa Rasulallah saw. telah menyatakan:

......حَياَتيِ خَيْرُْ لَّكُمْ فَاِذَا أَنَامِتُّ كَانَتْ وَفَاتِى خَيْرًا لَكُمْ تُعْرَضُ عَلَىَّ أَعْمَالكُمْ فَاِنْ رَأَيْتُ خَيْرًا حَمِدْتُ الله وَأِنْ رَأَيْتُ شَرًّا اسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ

Artinya:"Hidupku didunia adalah suatu kebaikan bagi kalian. Bila aku telah wafat, maka wafatku pun kebaikan bagi kalian. Amal perbuatan kalian akan diperlihatkan kepadaku. Jika aku melihat sesuatu baik, kupanjatkan puji syukur kehadirat Allah, dan jika aku melihat sesuatu yang buruk aku mohonkan ampunan kepada-Nya bagi kalian"

Hadits diatas ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam Musnadnya dengan sanad yang jayyid (bagus) dari Ibnu Mas’ud danpara perawi yang shahih, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Al-Hafidz As-Suyuthi dalam Khasa’is Kubra 2/281, Al-Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 8/594 no 14250, Al-Hafidz Al-Iraqi dalam Tharh Tatsrib Fi Syarh Taqrib 3/275 dan lain-lainya. Hadits ini di riwayatkan dari Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad. Beberapa ulama menolaknya dengan alasan dia adalah paham Irja’, padahal penolakan dengan alasan itu bukan merusak kredibilitas Abdul Majid sebagai perawi hadits. Demikian juga Adz-Dzahabi dalam Man Takallamu Fiihi Wa Huwa Muwats- tsaq 1/124 no 220 mengetahui bahwa Abdul Majid seorang Murjiah yang menyebarkan pahamnya, beliau tetap menyatakan Abdul Majid itu tsiqat.

Hadits diatas juga diriwayatkan dengan sanad yang shahih sampai ke Bakr bin Abdullah Al-Muzanni. Dalam sanad hadits dari Bakr bin Abdullah ini tidak ada satupun yang memuat nama Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Abi Rawad.Qadhi Ismail bin Ishaq dalam kitab Fadhail Shalatu Ala Nabi no 25 dan no 26 meriwayatkan hadis tersebut dengan sanad dari Bakr bin Abdullah Al-Muzani,. begitu juga Ibnu Sa’ad dengan sanad yang shahih dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad 2/194. Dengan demikian Abdul Majid tidak menyendiri ketika meriwayatkan hadits ini.

- Hadits yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari Abu Hurairah ra., sebagai berikut

إنَّ أعْمَالَـكُمْ تُعْرَضُ عَلََى اَقربَائِكُمْ مِنْ مَوْتَاكـُمْ فَإنْ رَأوْا خَيْرًا فَرِحُوا بِهِ, وَإذَا رَأوا شَرًّا كَرِهُوْا (رواه ابن جرير

Artinya: Sesungguhnya perbuatanmu akan dihadapkan pada kaum kerabatmu yang telah meninggal. Jika dilihatnya baik, maka mereka akan gembira, dan jika dilihatnya jelek, mereka akan kecewa”. (Riwayat Ibnu Jarir dari Abu Hurairah

–Ibnu Katsir juga menerangkan bahwa amal perbuatan orang-orang yang masih hidup diperlihatkan kepada sanak-keluarga dan kaum kerabat yang telah wafat, dialam barzakh.

Kemudian ia mengetengahkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud At-Thayalaisi, berasal dari Jabir ra. yang menuturkan, bahwasanya Rasulallah saw. telah menegaskan: Amal perbuatan kalian akan diperlihatkan kepada sanak-keluarga dan kaum kerabat (yang telah wafat). Jika amal kalian itu baik mereka menyambutnya dengan gembira jika sebaliknya mereka berdo’a; ‘Ya Allah berilah mereka ilham agar berbuat baik dan ta’at kepada-Mu’ “. Selanjutnya Ibnu Katsir mengetengahkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berasal dari Anas bin Malik ra. yang menuturkan bahwa Rasulallah saw. bersabda:

إِنَّ أعْمَالَـكُمْ تُعْرَضُ عَلََى اَقارِبكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ اللأمْوَاتِ فَإنْ كَاَن خَيْرًا إسْتَبـْشِرُوْا بِهِ,وَإنْ كَانَ غَيْرَذَالِكَ قَالُوْا: اللَّـهُمَّ لاَ تَمُتْهُمْ حَتىَّ تُهْدِيْـهِمْ كَمَا هَدَيْتَنَا. (رواه احمد و الترميذي)

Artinya: “Sesungguhnya amal perbuatanmu akan dihadapkan kepada kaum kerabat dan keluargamu yang telah meninggal. Jika baik, mereka akan gembira karenanya, dan jika tidak mereka akan memohon: ‘Ya Allah, janganlah mereka diwafatkan sebelum mereka Engkau tunjuki, sebagaimana Engkau telah menunjuki kami’“.(Riwayat Ahmad dan Turmudzi dari Anas).
 
Begitu juga masih banyak hadits yang serupa tapi versinya berbeda. Tidak lain semuanya menunjukkan bahwa rahmat dan karunia Allah ta’ala tidak ada batasnya. Jika kita tidak mempercayai kehidupan selain di alam dunia saja, seperti yang disebutkan oleh ayat-ayat Ilahi dan hadits-hadits Nabi saw. serta tidak mau tahu hal-hal ghaib maka kita bukan tergolong sebagai orang yang beriman. Allah sendiri menerangkan bahwa urusan ruh tersebut adalah urusan Allah swt.(Al-Israa : 85), karena ilmu manusia yang sangat minim ini sangatlah sulit untuk menjangkau hal-hal yang ghaib, kecuali orang-orang pilihan yang diberi ilmu oleh Allah swt. untuk mengetahuinya.

Mungkin golongan pengingkar akan mengatakan sebagaimana kebiasaan mereka bahwa hadits-hadits yang telah dikemukakan semuanya tidak dapat dipercaya, bukan hadits shohih ! Baiklah, tetapi apakah mereka ini dapat membuktikan atas dasar kesaksiannya sendiri bahwa hadits itu bohong atau tidak shohih? Tidak lain mereka ini akan mengemukakan hadits atau wejangan menurut pandangan ulama mereka mengenai masalah diatas. Apakah mereka hendak memaksakan dan mewajibkan kepada orang lain supaya mempercayai atau mengikuti ulama mereka mengenai ‘kebenarannya hadits atau wejangan ulamanya ’ ? Renungkanlah !

Banyak sekali contoh pada zaman modern ini yang kita lihat dan dengar sendiri tentang kejadian yang menakjubkan, tapi tidak semua yang terjadi tersebut terjangkau oleh setiap akal manusia. Begitu juga ayat-ayat Ilahi yang menerangkan kisah-kisah yang semuanya masih diluar jangkauan akal manusia, seperti kisah pada zaman Nabi Sulaiman as. yang tercantum didalam surat An-Naml; 38-40, kisah para pemuda yang berada di gua Kahfi (Al-Kahfi: 9-12), juga mengenai orang yang dimatikan oleh Allah swt. selama seratus tahun kemudian dihidupkannya kembali ( Al-Baqarah: 259) dan masih banyak ayat-ayat lainnya yang tidak terjangkau dengan akal manusia. 

Semua kisah ini adalah firman Ilahi yang harus kita imani/percayai walaupun belum bisa terjangkau dengan akal manusia kecuali mereka yang telah diberikan ilmu oleh Allah swt. Wallahu a'lam .

Share :

0 Response to "BAB-5J. Kehidupan Ruh-Ruh Manusia Yang Telah Wafat"

Posting Komentar