BAB-7I. Membaca Ushalli Sebelum Takbiratul Ihram


  Sebagian orang muslimin ada yang membid’ahkan ucapan ushalli…. sebelum takbiratul ihram waktu sholat. Masalah ini disebut juga dengan masalah talaffudh bin niyyah yakni mengucapkan niat dengan lisan, sesaat menjelang takbiratul ihram. Tidak lain tujuan dari talaffudh bin niyyah ini menurut kitab-kitab fiqih adalah: ‘Agar lidah menolong hati’.

Hal ini dikarenakan niat yang sebenarnya terletak didalam hati, tetapi untuk memantapkan hadirnya niat didalam hati, maka boleh dibantu dengan lisan yakni melafazkan niat itu terlebih dahulu sebelum menghadirkannya didalam hati. Dengan demikian melafazkan niat adalah termasuk amalan lisan.

Setiap perbuatan atau perkataan yang keluar dari seorang mukallaf selalu dicatat oleh malaikat. Perkataan yang baik tercatat sebagai amalan yang baik, begitu pula halnya perkataan yang jelek akan tercatat sebagai amalan yang jelek. Allah swt. Berfirman: “Tidaklah seseorang itu mengucapkan suatu perkataan melainkan disisinya ada (malaikat pencatat amal kebaikan dan amal kejelekan) Raqib dan Atid”. (QS.Al-Qaf:18).

Kalau kita hendak shalat, lalu kita mengucapkan seumpama: Ushalli fardhos subhi rakataini lillahi ta’ala (saya sholat wajib subuh dua rakaat karena Allah taala), tentu semua sepakat bahwa ini adalah kalimat yang baik bukan kalimat yang buruk. Dan Allah swt. telah berfirman juga: “Kepada Allah jualah naiknya kalimat yang baik”. (QS.Al-Faathir:10).

Begitu juga halnya kalau seseorang mengucapkan kalimat yang buruk, seperti ejekan terhadap orang-orang yang mengamalkan kebajikan atau ejekan terhadap fatwa-fatwa ulama yang sudah banyak menguasai sumber hukum Islam yang utama yakni Al-Qur’an dan Hadits, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Semua ucapan itu akan direkam oleh malaikat sebagai kalimat ejekan yang dapat merugikan pelakunya kelak dihari kiamat.

Dalil-dalil yang berkaitan dengan talaffudh bin niyyah (mengucapkan niat dengan lisan):

− Diriwayatkan dari Abubakar Al-Muzanni dari Anas ra: “Aku pernah mendengar Rasulallah saw melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan:’Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melakukan haji dan umrah’ “. (HR.Bukhori,Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi saw mengucapkan niat dengan lisan diwaktu beliau melakukan haji dan umrah.

− Diriwayatkan dari Aisyah ra, beliau berkata: “Pada suatu hari Rasulallah saw, berkata kepadaku:’ Wahai Aisyah, apakah ada padamu sesuatu untuk dimakan’? Aisyah menjawab:’Wahai Rasulallah, tidak ada pada kami sesuatu pun’. Mendengar itu Rasulallah saw bersabda:’Kalau begitu hari ini aku puasa’ “. (HR.Muslim).

− Diriwayatkan dari Jabir ra, beliau berkata: “Aku pernah shalat Idul Adha bersama Rasulallah saw, maka ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing, lalu beliau menyembelihnya sambil berkata: ‘Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat berkurban diantara ummat ku”. (HR.Ahmad,Abu Daud dan Turmudzi).

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi saw mengucapkan niat dengan lisan ketika beliau menyembelih kurban.

− Didalam kitab Az-Zarqan, yang merupakan syarah dari Al-Mawahib Al-Ladunniyah karangan Imam Qasthalani jilid X/302 disebutkan sebagai berikut:

“Terlebih lagi yang telah tetap dalam fatwa para sahabat kita (ulama syafi’iyah) bahwa sunnat menuturkan ushalli itu. Sebagian ulama mengqiyaskan hal tersebut kepada riwayat yang tersebut dalam shahihain (kitab Bukhori,Muslim). (Pertama riwayat Muslim) hadits dari Anas bahwa bahwa beliau mendengar Nabi saw bertalbiyah untuk haji dan umrah secara bersamaan (Haji Qiran) sambil berkata: ‘Labbaik, sengaja saya mengerjakan umrah dan haji’. Dalam RiwayatBukhori dari Umar bahwa beliau mendengar Rasulallah saw bersabda ketika tengah berada di Wadi Aqiq :”Shalatlah engkau dilembah yang penuh berkah ini dan ucapkan : ‘Sengaja aku umrah didalam haji’ “. Semua ini jelas menunjukkan adanya pelafazan niat. Dan hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bisa tetap dengan qiyas”.

 Demikianlah uraian Imam Qasthalani tentang alasan disunnatkannya ucapan Ushalli sesaat menjelang takbiratul ihramitu.

Fatwa-fatwa para ulama yang berkaitan dengan talaffudh bin niyyah ini:

− Imam Nawawi dalam kitab Al-Minhaj menyebutkan: “Niat itu tempatnya didalam hati dan disunnatkan melafazkannya sesaat sebelum takbir”.

− Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12 : “Dan disunnatkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan dapat menolong hati dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya walaupun (pendapat yang mewajibkan ini) adalah syaz yakni menyimpang. Kesunnatan ini juga karena qiyas terhadap adanya pelafazan dalam niat haji”.

− Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj jilid 1/437 : “Dan disunnatkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan menolong hati dan karena pelafazan itu dapat menjauhkan dari was-was dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkan”.

Memperhatikan pernyataan Ibnu Hajar dan Imam Ramli yang mengatakan bahwa diantara tujuan pelafazan niat itu adalah, ‘Agar lisan dapat menolong hati’ dan ‘Agar terjauhkan dari was-was’, menunjukkan adanya semangat ijtihad dikalangan para ulama agar hati sebagai tempat niat dapat lebih terkonsentrasi (khusyu’), ketika melakukan niat itu. Sehingga dianjurkan agar sebelum hati melakukan niat sebaiknya diucapkan dulu niat tersebut, agar setelah itu hati kita dapat lebih mantap melakukannya. Memang sangat di rasakan manfaat dari pengucapan dengan lisan itu. Contoh sederhana ketika seseorang hendak menghitung sesuatu. Andai dicukupkan menghitung dalam hati saja dengan satu, dua, tiga dan seterusnya, maka kemungkinan hati menjadi bimbang sangatlah besar. Tetapi apabila mengucapkan satu, dua, tiga dan seterusnya itu disertai dengan lisan kita, maka hati kita lebih mantap dalam melakukan perhitungan.

Pendapat para ulama madzhab yang empat dalam masalah talaffudh bin niyyah:

− Dr.Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al-Fighul Islami jilid 1/767 menyebutkan:“Disunnatkan melafazkan niat menurutjumhur ulama selain madzhab Maliki”.

Dalam kitab yang sama jilid 1/214, menurut madzhab Maliki diterangkan bahwa: “Yang utama adalah tidak melafazkan niat kecuali bagi orang yang was-was, maka disunatkanlah baginya melafazkan agar hilang daripadanya keragu-raguan”.

Dengan keterangan diatas dapat kita simpulkan: Sunnat melafazkan niat shalat atau membaca ushalli sesaat menjelang takbiratul ihram dengan tujuan agar lidah menolong hati atau agar terhindar dari was-was (kebimbangan dan keragu-raguan).

Fatwa semacam ini adalah fatwa dalam madzhab Hanafi, Syafi’i dan madzhab Hambali. Adapun madzhab Maliki, maka disunnatkan bagi yang berpenyakit was-was saja. Oleh karena itu mengatakan talaffudh bin niyyah sebagai amalan bid’ah berarti menuduh Imam Madzhab yang empat beserta seluruh pengikutnya, sebagai pelaku bid’ah yang menurut keyakinan golongan pengingkar semua bid’ah sesat dan akan masuk neraka. Semoga kita terhindar dari menuduh sesama muslim apalagi para pakar Islam dengan tuduhan keji seperti itu. Wallahua’lam.

Share :

0 Response to "BAB-7I. Membaca Ushalli Sebelum Takbiratul Ihram"

Posting Komentar